Sunday, August 5, 2012

Strategi Belajar Mengajar


BAB I
PENDAHULUAN

A.       Latar  Belakang
Setiap pengajaran yang menyangkut siswa yaitu sebagai manusia yang belajar dan faktor- faktor yang mempengaruhi dari luar. Faktor tersebut antara lain ialah: kompetensi yang dimiliki seorang pengajar, cara belajar yang harus diikuti siswa, situasi pengajaran, dan kondisi lingkungan baik dalam arti sempit atau arti luas.
Faktor- faktor tersebut dapat menunjang keberhasilan belajar siswa, yang mana keberhasilan belajar itu tidak sekedar berhasil belajar dengan nilai test keseluruhan itu baik, tetapi keberhasilan belajar yang di tempuhnya dengan belajar aktif. Apa itu belajar aktif?
Paling tidak sejak tahun 1979, prinsip CBSA (Cara Belajar Siawa Aktif)  itu telah dirancang oleh P3G(Proyek Pengembangan Pendidikan Guru). Pada waktu itu 40 dosen IKIP dan guru SPG yang dipilih dari seluruh IKIP dan SPG di seluruh Indonesia ( sekitar 70% dosen IKIP) dari lima bidang studi berkelana ke Negara-negara di Asia, Eropa, Amerika Serikat yang notabene memiliki basic pendidikan yang baik. Hal tesebut bertujuan untuk mencari teknik-teknik mengajar yang dapat mengembangkan keaktifan siswa.
Setelah data terkumpul maka didapat kesimpulan bagaimana siswa dapat aktif dalam pelajaran di sekolah. Yaitu guru dapat membuat pengajaran itu supaya menarik, dapat diikuti, diberi kesempatan, materinya luas, tempat dan fasilitas lainnya menunjang, kelancaran pengajaran, penggunaan teknik/metode yang sesuai, adanya penilaian dari guru, pengetahuan guru luas, cara yang mengevaluasi yang lebih luas, memiliki sebongkah kompetensi dan mampu menerapkan dilapangan.
Jadi, kita wajib mendukung CBSA ini karena tujuan dari CBSA sangat memiliki manfaat besar bagi siswa sebagai peserta didik dan bagi guru sebagai pendidik. Dimana guru dapat juga mengembangkan kompetensinya baik dalam beberapa hal yang dapat mempengaruhi hasil pengajaran di sekolah.



 
 
1.      Faktor Luar
Kita sudah menyinggung  beberapa faktor yang mempengaruhi pengajaran di sekolah, kita akan membahas satu persatu faktor- faktor tesebut :
a.       Model Penyajian Materi Pengajaran
Pada tahun 1979 di sekolah-sekolah kita menggunakan dua model penyajian materi, yaitu modul dan buku atau model satuan pengajaran. Pengajaran dengan modul belum banyak tersebar secara luas sebab masih dalam taraf percobaan.
b.      Pribadi dan Sikap Guru
Siswa , manusia pada umumnya, belajar itu tidak hanya melalui bacaan atau guru saja tetapi juga melihat, mencontoh, dan  mengucapkan dari apa yang ditunjukan orang lain yaitu sikap, tingkah laku, dan perbuatan manusia yang lain.
c.       Kompetensi Guru
Adalah suatu kemampuan yang harus dimiliki guru untuk dapat mengembangkan potensi peserta didik, dan  memberikan contoh- contoh yang baik bagi peserta didik
d.      Suasanan Pengajaran
Suasanan pelajaran yang kondusif adalah suasana dimana guru dan murid saling menerima kekurangan masing-masing individu dan tidak ada rasa diskriminasi terhadap murud atau guru yang memiliki suatu kekurangan.
e.       Kondisi Masyarakat Luas
Masyarakat yang berada di sekitar lingkup sekolah sangat mempengaruhi baik dan buruknya siswa yang ada di sekolah. Jadi harus ada kepedulian masyarakat terhadap murid dan pengertian dari pihak sekolah terhadap masyarakat.

2.      Pendidikan Guru
Hal yang perlu diperhatikan dalam membuat program pendidikan guru yaitu harus memperhatikan kurikulum, calon siswa, dan pengajarnya.
a.       Kurikulum
Dalam pengembangan program pendidikan  guru, sama-sama disepakati bahwa komponen-komponen kurikulum untuk CAGUR (calon guru) itu ialah komponen pendidikan umum, komponen pendidikan profesi keguruan , dan komponen pendidikan spesialisasi. Maka dari itu kurikulum itu sangat penting untuk menjaring guru-guru yang benar-benar berkompeten dalam pengajaran di sekolah.
b.      Guru Efektif
Adalah guru yang mengajarnya berhasil dan tujuan pengajarannya tercapai.
c.       Calon Guru
Calon guru disini yang lebih diutamakan dari jurusan IKIP karena pembekalan materi yang diberikan itu lebih dari yang bersekolah di non-IKIP, kemudian terdapat juga materi pembimbingan untuk siswa agar menghasilkan generasi yang berpendidikan.
d.      Syarat pendidik
Menjadi pendidik menurut Prof. Dr. Zakariah Darajdat dan kawan-kawan (1992: 41) tidak sembarangan, tetapi harus memenuhi beberapa persyaratan seperti di bawah ini :
1. Takwa kepada Allah SWT
2. Berilmu
3. Sehat jasmani
4. Berkelakuan baik
e.  Tugas dan tanggung jawab pendidik
1. Tugas pendidik :
· Menyerahkan kebudayaan kepada anak didik berupa kepandaian, kecakapan, dan   pengalaman-pengalaman.
· Membentuk kepribadian anak yang harmonis, sesuai cita-cita dan dasar negara kita pancasila.
· Menyiapkan anak menjadi warga negara yang baik sesuai Undang-Undang Pendidikan yang merupakan Keputusan MPR No. II Tahun 1983.
· Sebagai perantara dalam belajar.
· Pendidik adalah sebagai pembimbing, untuk membawa anak didik ke arah kedewasaan, pendidik tidak maha kuasa, tidak dapat membentuk anak menurut sekehendaknya.
· Pendidik sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat.
· Sebagai penegak disiplin, pendidik menjadi contoh dalam segala hal, tata tertib dapat berjalan bila pendidik dapat menjalani lebih dahulu.
· Pendidik sebagai administrator dan manajer
· Pendidik sebagai perencana kurikulum
· Pekerjaan pendidik sebagai suatu profesi Pendidik sebagai pemimpin
· Pendidik sebagai sponsor dalam kegiatan anak – anak

2. Tanggung jawab pendidik
Pendidik adalah orang yang bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan anak didik, serta bertanggung jawab untuk membentuk anak didik agar menjadi orang bersusila yang cakap, berguna bagi agama, nusa, dan bangsa di masa yang akan datang.


BAB II
ISI

TEORI DAN PSIKOLOGI
DALAM PELAJARAN MATEMATIKA

A.       Definisi Intelegensi
 Menurut panitia istilah Padagogik (1953) yang mengangkat pendapat Stern yang dimaksud intelegensi adalah “daya menyesuaikan diri dengan keadaan baru dengan menggunakan alat-alat berpikir menurut tujuannya”.
 Menurut V. Hees, intelegensi ialah “sifat kecerdasan jiwa”.
K. Buhler, mengatakan bahwa intelegensi adalah “Perbuatan yang disertai dengan pemahaman atau pengertian”.
David Wechsler, seorang ahli di bidang ini memberikan definisi mengenai intelegensi mula-mula sebagai “kapasitas untuk mengerti lingkungan dan kemampuan akal-budi untuk mengatasi tantangan-tantangannya”. Pada kesempatan lain ia mengatakan bahwa intelegensi adalah “kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungan-lingkungannya secara efektif”.
Dari definisi-definisi yang disajikan di atas, kita menarik beberapa kesimpulan yang akan menjelaskan ciri-ciri intelegensi:
1.      Intelegensi merupakan suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, intelegensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu.
2.     
5
 
Intelegensi tercermin dari tindakan yang terarah (lihat no. 1) pada penyesuaian diri terhadap lingkungan dan pemecahan masalah yang timbul dari padanya.
Menurut arah dan hasilnya, intelegensi ada dua macam, yaitu:
a. Intelegensi praktis. Ialah intelegensi untuk dapat mengatasi suatu situasi yang

    sulit dalam sesuatu kerja, yang berlangsung secara cepat dan tepat.
b. Intelegensi teoritis. Ialah intelegensi untuk dapat mendapatkan suatu fikiran    
          penyelesaian soal atau masalah dengan cepat dan tepat.

B.     Teori Intelegensi dari J.P.Guilford
Teori Belajar Guilford banyak membicarakan mengenai struktur intelejensi/kecerdasan seseorang yang banyak mengarah pada kretivitas seseorang. Guilford menerangkan tentang Kecerdasan yang di diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam menjawab melalui situasi sekarang untuk semua peristiwa masa lalu dan mengantisipasi masa yang akan datang. Dalam konteks ini maka yang namanya belajar adalah termasuk berpikir, atau berupaya berpikir untuk menjawab segala masalah yang dihadapi. Diperlukan perilaku intelejen, yang tentu sangat berbeda dengan perilaku nonintelejen.
Berpikir kreatif menuntut adanya pengikatan diri terhadap tugas (task commitment) yang tinggi. Artinya, kreativitas menuntut disiplin yang tinggi dan konsisten terhadap bidang tugas. Kreativitas, menurut Guilford (1967), dapat dinilai dari ciri-ciri aptitude seperti kelancaran, fleksibilitas dan orisinalitas, maupun ciri-ciri non-aptitude, antara lain temperamen, motivasi, serta komitmen menyelesaikan tugas. Hidup berarti menghadapi masalah, dan memecahkan masalah berarti tumbuh berkembang secara intelektual. Guilford mengemukakan bahwa inteligensi dapat dilihat dari tiga kategori dasar atau faces of intellect, yaitu :
1. Operasi Mental (Proses Befikir)
a. Cognition (menyimpan informasi yang lama dan menemukan informasi yang baru).
b. Memory Retention (ingatan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari).
c. Memory Recording (ingatan yang segera).
d. Divergent Production (berfikir melebar atau banyak kemungkinan jawaban/ alternatif).
e. Convergent Production (berfikir memusat atau hanya satu kemungkinan jawaban/alternatif).
f. Evaluation (mengambil keputusan tentang apakah suatu itu baik, akurat, atau memadai).
2. Content (Isi yang Dipikirkan)
a. Visual (bentuk konkret atau gambaran).
b. Auditory.
c. Word Meaning (semantic).
d. Symbolic (informasi dalam bentuk lambang, kata-kata atau angka dan notasi musik).
e. Behavioral (interaksi non verbal yang diperoleh melalui penginderaan, ekspresi muka  atau suara
3. Product (Hasil Berfikir)
a. Unit (item tunggal informasi).
b. Kelas (kelompok item yang memiliki sifat-sifat yang sama).
c. Relasi (keterkaitan antar informasi).
d. Sistem (kompleksitas bagian saling berhubungan).
e. Transformasi (perubahan, modifikasi, atau redefinisi informasi).
f. Implikasi (informasi yang merupakan saran dari informasi item lain).

C.    Teori Belajar-Mengajar
1.      Jean Piaget dengan teori Perkembangan Mental.
 Jean Piaget dikenal dengan teori perkembangan intelektual yang menyeluruh, yang mencerminkan adanya kekuatan antara fungsi biologi & psikologis ( perkembangan jiwa ). Piaget menerangkan inteligensi itu sendiri sebagai adaptasi biologi terhadap lingkungan. Contoh : manusia tidak mempunyai mantel berbulu lembut untuk melindunginya dari dingin; manusia tidak mempunyai kecepatan untuk lari dari hewan pemangsa; manusia juga tidak mempunyai keahlian dalam memanjat pohon. Tapi manusia memiliki kepandaian untuk memproduksi pakaian & kendaraan untuk transportasi.

Faktor yang berpengaruh dalam perkembangan kognitif, yaitu :
a. Fisik
         Interaksi antara individu dan dunia luar merupakan sumber pengetahuan baru, tetapi   kontak dengan dunia fisik itu tidak cukup untuk mengembangkan pengetahuan kecuali jika intelegensi individu dapat memanfaatkan pengalaman tersebut.

b. Kematangan
            Kematangan sistem syaraf menjadi penting karena memungkinkan anak memperoleh manfaat secara maksimum dari pengalaman fisik. Kematangan membuka kemungkinan untuk perkembangan sedangkan kalau kurang hal itu akan membatasi secara luas prestasi secara kognitif. Perkembangan berlangsung dengan kecepatan yang berlainan tergantung pada sifat kontak dengan lingkungan dan kegiatan belajar sendiri.

c. Pengaruh sosial
Lingkungan sosial termasuk peran bahasa dan pendidikan, pengalaman fisik dapat memacu atau menghambat perkembangan struktur kognitif.

d. Proses pengaturan diri ( ekuilibrasi )
Proses pengaturan diri dan pengoreksi diri, mengatur interaksi spesifik dari individu dengan lingkungan maupun pengalaman fisik, pengalaman sosial dan perkembangan jasmani yang menyebabkan perkembangan kognitif berjalan secara terpadu dan tersusun baik.

2.      Zoltan P. Dienes mengenai pengajaran matematika
Zoltan P. Dienes adalah seorang matematikawan yang memusatkan perhatiannya pada anak-anak. Dasar teorinya bertumpu pada teori Piaget dan dikembangkan dengan berorientasi pada anak-anak.
Dalam teorinya, Dienes menyatakan bahwa konsep-konsep matematika akan berhasil bila dipelajari dengan thapah-tahapan:
a.      Tahap permainan bebas
Merupakan tahap belajar konsep yang aktivitasnya tidak terstruktur dan tidak diarahkan. Aktivitas ini memungkinkan siswa mengadakan percobaan dan mengotak-atik (memanipulasi) benda-benda konkrit dan abstrak dari unsur-unsur yang dipelajarinya.
b.      Tahap permainan dengan aturan
Pada tahap ini siswa sudah mulai meneliti pola-pola dan keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu. Semakin banyak bentuk-bentuk berlainan yang diberikan dalam konsep-konsep tertentu aka semakin jelas konsep yang difahami siswa.
c.      Tahap mencari kesamaan sifat
Pada tahap ini siswa diarahkan dalam kegiatan menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan dengan menstranlasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan yang satu kebentuk permainan lainnya. Tranlasi ini tidak boleh mengubah sifat abstrak yang ada dalam permainan semula.

d.      Tahap representasi
Merupakan tahap pengambilan kesamaan sifat dari beberapa situasi yang sejenis. Siswa menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu, setelah mereka berhasil menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat dalam situasi yang dihadapinya. Dengan demikian siswa telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang sifatnya abstrak yang terdapat dalam konsep yang sedang dipelajarinya.
e.      Tahap simbolisasi
Termasuk tahap belajar konsep yang membutuhkan kemampuan merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan simbol-simbol matematika atau melalui perumusan verbal.
f.      Tahap formalisasi
Dalam tahap ini siswa dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru dari konsep tersebut. Sebagai contoh, siswa yang telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan teorema dalam arti membuktikan teorema tersebut.


3.      Van Hiele dalam Pengajaran Geometri
Dalam pembelajaran geometri terdapat teori belajar yang dikemukakan oleh Van Hiele (1954) yang menguraikan tahap-tahap perkembangan mental siswa dalam geometri. Menurut Van Hiele, tiga unsur utama dalam pembelajaran geometri yaitu waktu, materi pengajaran dan metode pengajaran yang diterapkan.
Dalam memepelajari geometri siswa mengalami perkembangan kemampuan berfikir dengan melalui tingkatan:
a.      Tingkatan visualisasi
Pada tingkat ini siswa memandang sesuatu bangun geometri sebagai keseluruhan, sesuatu yang wholistic. Pada tingkat ini siswa belum memeperhatikan komponen-komponen dari masing-masing bangun. Dengan demikian meskipun siswa sudah mengenal nama sesuatu bangun, siswa belum mengamati ciri-ciri dari bangun itu.
b.      Tingkat analisis (tingkat deskriptif)
Pada tingkat ini siswa sudah dapat menganalisis bagian-bagian yang ada pada suatu bangun dan mengamati sifat-sifat yang dimiliki oleh bangun tersebut.
c.      Tingkat abstraksi (tingkat pengurutan/relasional)
Pada tingkat ini siswa dapat memahami hubungan antara ciri yang satu dengan ciri yang lain pada suatu bangun.
d.      Tingkat deduktif formal
Pada tingkat ini siswa sudah memahami peranan pengertian-pengertian, definisi, aksioma, dan teorema pada geometri. Pada tingkat ini siswa juga sudah mampu menyusun bukti-bukti formal yang berarti siswa sudah memahami proses berfikir yang bersifat deduktif-aksiomatis dan mampu menggunakan proses berfikir tersebut.
e.      Tingkat rigor (tingkat matematis)
Pada tingkat ini siswa mampu melakukan penalaran secara formal tentang sistem-sistem matematika tanpa membutuhkan model yang konkrit sebagai acuan. Siswa memahami bahwa dimungkinkan adanya lebih dari satu geometri disamping geometri Euclides

4.      Jerome S. Bruner dengan Metode Penemuannya
Bruner banyak memberikan pandangan mengenai perkembangan kognitif manusia, bagaimana manusia belajar, atau memperoleh pengetahuan dan mentransformasi pengetahuan. Dasar pemikiran teorinya memandang bahwa manusia sebagai pemproses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner menyatakan belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru diluar informasi yang diberikan kepada dirinya.
1.      Proses Belajar Mengajar Menurut Jerome S. Bruner
Pendirian yang terkenal yang dikemukakan oleh J. Bruner ialah, bahwa setiap mata pelajaran dapat diajarakan dengan efektif dalam bentuk yang jujur secara intelektual kepada setiap anak dalam setiap tingkat perkembangannya. Pendiriannya ini didasarkan sebagian besar atas penelitian Jean Piaget tentang perkembangan intelektual anak.

A)    Perkembangan intelektual anak
Menurut Bruner, dalam prosses belajar siswa menempuh tiga tahap, yaitu:
1.         Tahap informasi (tahap penerimaan materi)
Dalam tahap ini, seorang siswa yang sedang belajar memperoleh sejumlah keterangan mengenai materi yang sedang dipelajari.
2.         Tahap transformasi (tahap pengubahan materi)
Dalam tahap ini, informasi yang telah diperoleh itu dianalisis, diubah atau ditransformasikan menjadi bentuk yang abstrakatau konseptual.
3.         Tahap evaluasi
Dalam tahap evaluasi, seorang siswa menilai sendiri sampai sejauh mana informasi yang telah ditransformasikan tadi dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala atau masalah yang dihadapi.
    4.     Kurikulum spiral
J. S. Bruner dalam belajar matematika menekankan pendekatan dengan bentuk spiral. Pendekatan spiral dalam belajar mengajar matematika adalah menanamkan konsep dan dimulai dengan benda kongkrit secara intuitif, kemudian pada tahap-tahap yang lebih tinggi (sesuai dengan kemampuan siswa) konsep ini diajarkan dalam bentuk yang abstrak dengan menggunakan notasi yang lebih umum dipakai dalam matematika. Penggunaan konsep Bruner dimulai dari cara intuitif  keanalisis dari eksplorasi kepenguasaan. Misalnya, jika ingin menunjukkan angka 3 (tiga) supaya menunjukkan sebuah himpunan dengan tiga anggotanya.

B)   Alat-Alat Mengajar
Jerome Bruner membagi alat instruksional dalam 4 macam menurut fungsinya.
1.      alat untuk menyampaikan pengalaman “vicarious”. Yaitu menyajikan bahan-bahan kepada murid-murid yang sedianya tidak dapat mereka peroleh dengan pengalaman langsung yang lazim di sekolah. Ini dapat dilakukan melalui film, TV, rekaman suara dll.
2.      Alat model yang dapat memberikan pengertian tentang struktur atau prinsip suatu gejala, misalnya model molekul atau alat pernafasan, tetapi juga eksperimen atau demonstrasi, juga program yang memberikan langkah-langkah untuk memahami suatu prinsip atau struktur pokok.
3.      Alat dramatisasi, yakni yang mendramatisasikan sejarah suatu peristiwa atau tokoh, film tentang alam yang memperlihatkan perjuangan untuk hidup, untuk memberi pengertian tentang suatu ide atau gejala.
4.      Alat automatisasi seperti “teaching machine” atau pelajaran berprograma, yang menyajikan suatu masalah dalam urutan yang teratur dan memberi ballikan atau feedback tentang responds murid.

  1. Teori Belajar Robert M. Gagne
Pandangan Gagne tentang belajar dikelompokkan menjadi 8 tipe. Kedelapan tipe tersebut adalah belajar dengan: (1) isyarat (signal), (2) stimulus respons, (3) rangkaian gerak (motor chaining), (4) rangkaian verbal (verbal chaining), (5) memperbedakan (discrimination learning), (6) pembentukan konsep (concept formation), (7) pembentukan aturan (principle formation) dan (8) pemecahan masalah (problem solving) (Ruseffendi, 1988).
Terdapat 2 di antara 8 tipe belajar yang dikemukakan oleh Gagne yang erat kaitannya dengan pendekatan pengajuan masalah matematika, yaitu: (1) rangkaian verbal (verbal chaining) dan (2) pemecahan masalah (problem solving).
  • Rangkaian verbal (verbal chaining). Rangkaian verbal dalam pembelajaran matematika dapat berarti mengemukakan pendapat yang berkaitan dengan konsep, simbol, definisi, aksioma, lemma atau teorema, dalil atau rumus. Sedangkan pengertian rangkaian verbal itu sendiri menurut Ruseffendi (1988) adalah perbuatan lisan terurut dari dua rangkaian kegiatan atau lebih stimulus respons. Dengan memperhatikan pengertian di atas, maka dapat dikatakan bahwa tipe belajar rangkaian verbal dapat mengantarkan siswa dalam mengaitkan antara skemata yang telah dimiliki siswa dengan unsur-unsur dalam matematika yang akan dipelajarinya.
  • Pemecahan Masalah (Problem solving). Pengajuan masalah merupakan langkah kelima setelah empat langkah Polya dalam pemecahan masalah matematika (Gonzales, 1996). Berkaitan dengan pandangan ini, Brown dan Walter (1993) menjelaskan bahwa dengan melihat tahap-tahap kegiatan antara pengajuan dan pemecahan masalah, maka pada dasarnya pembelajaran dengan pengajuan masalah matematika merupakan pengembangan dari pembelajaran dengan pemecahan masalah matematika. Dukungan lain mengenai keeratan hubungan antara kedua pendekatan yang dimaksud di atas adalah tuntutan kemampuan siswa untuk memahami masalah, merencanakan dan menjalankan strategi penyelesaian masalah. Ketiga langkah tersebut juga merupakan langkah-langkah dalam pembelajaran dengan pendekatan pengajuan masalah matematika (Silver et al., 1996). Selain itu, Cars (dalam Sutawidjaja, 1998) menegaskan bahwa untuk meningkatkan kemampuan siswa memecahkan masalah matematika, maka salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan jalan membiasakan siswa mengajukan masalah, soal, atau pertanyaan matematika sesuai dengan situasi yang diberikan oleh guru.

Menurut Gagne belajar matematika terdiri dari objek langsung dan objek tak langsung. objek tak langsung antara lain kemampuan menyelidiki, kemampuan memecahkan masalah, ketekunan, ketelitian, disiplin diri, bersikap positif terhadap matematika. Sedangkan objek tak langsung berupa fakta, keterampilan, konsep, dan prinsip.

  • Fakta adalah konvensi (kesepakatan) dalam  matematika seperti simbol-simbol matematika. Fakta bahwa 2 adalah simbol untuk kata ”dua”, simbol untuk operasi penjumlahan adalah ”+” dan sinus suatu nama yang diberikan untuk suatu fungsi trigonometri. Fakta dipelajari dengan cara menghafal, drill, latiahan, dan permainan.
  • Keterampilan (Skill) adalah suatu prosedur atau aturan untuk mendapatkan atau memperoleh suatu hasil tertentu. contohnya, keterampilan melakukan pembagian bilangan yang cukup besar, menjumlahkan pecahan dan perkalian pecahan desimal. Para siswa dinyatakan telah memperoleh keterampilan jika ia telah dapat menggunakan prosedur atau aturan yang ada dengan cepat dan tepat.keterampilan menunjukkan kemampuan memberikan jawaban dengan cepat dan tepat.
  • Konsep adalah ide abstrak yang memunkinkan seseorang untuk mengelompokkan suatu objek dan menerangkan apakah objek tersebut merupakan contoh atau bukan contoh dari ide abstrak tersebut. Contoh konsep himpunan, segitiga, kubus, lingkaran. siswa  dikatakan telah mempelajari suatu konsep jika ia telah dapat membedakan contoh dan bukan contoh. untuk sampai ke tingkat tersebut, siswa harus dapat menunjukkan atribut atau sifat-sifat khusus dari objek yang termasuk contoh dan yang bukan contoh.
  • Prinsip adalah pernyataan yang memuat hubungan antara dua konsep atau lebih. Prinsip merupakan yang paling abstrak dari objek matematika yang berupa sifat atau teorema.  Contohnya, teorema Pytagoras yaitu kuadrat hipotenusa pada segitiga siku-siku sama dengan jumlah kuadrat dari dua sisi yang lain. Untuk mengerti teorema Pytagoras harus mengetahui konsep segitiga siku-siku, sudut dan sisi. Seorang siswa dinyatakan telah memahami prinsip jika ia dapat mengingat aturan, rumus, atau teorema yang ada; dapat mengenal dan memahami konsep-konsep yang ada pada prinsip tersebut; serta dapat menggunakannya pada situasi yang tepat.


  1.  Teori Belajar Skiner
Ia berpendapat bahwa dalam eksperimen Pavlov seharusnya setelah anjing diberi stimulus berupa bunyi bel, anjing tersebut seharusnya bisa mengambil makanan sendiri. Dalam matematika; untuk merangsang siswa mau belajar maka diberi “reward & funishment” dalam kegiatan tanya-jawab (stimulus-respon), kemudian diberi penguatan/reinforcement berupa penjelasan teoritis materi pelajaran yang ditanyakan tersebut (tanya-jawab) pada siswa.


STRATEGI  DALAM  PENGAJARAN  MATEMATIKA

Metode pembelajaran atau strategi mengajar adalah suatu cara menyampaikan pesan yang terkandung dalam kurikulum. Metode harus sesuai dengan materi yang akan disampaikan. Metode pembelajaran ini, menjawab pertanyaan “how” yaitu bagaimana menyampaikan materi atau isi kurikulum kepada siswa secara efektif. Oleh karenanya, walaupun metode pembelajaran adalah komponen yang kecil dari perencanaan pengajaran (instructional plan), tetapi memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam proses belajar itu sendiri.
Macam-macam metode pangajaran yang diajarkan di sekolah adalah:

1. Metode Ceramah
Metode ceramah yaitu sebuah metode mengajar dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada sejumlah siswa yang pada umumnya mengikuti secara pasif. Muhibbin Syah, (2000). Metode ceramah dapat dikatakan sebagai satu-satunya metode yang paling ekonomis untuk menyampaikan informasi, dan paling efektif dalam mengatasi kelangkaan literatur atau rujukan yang sesuai dengan jangkauan daya beli dan paham siswa. Metode ini berbentuk penjelasan konsep, prinsip dan fakta pada akhir perkuliahan ditutup dengan Tanya jawab antara dosen dan mahasiswa.


2. Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab merupakan cara penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab terutama dari guru kepada siswa, tetapi dapat pula dari siswa kepada guru (Syaiful Bahri Djamarah 2000: 107). Metode ini dipandang lebih baik dari pada metode pembelajaran konvensional yaitu metode ceramah. Alasannya karena metode ini dapat merangsang siswa untuk berfikir dan berkreativitas dalam proses pembelajaran. Metode Tanya jawab juga dapat digunakan untuk mengukur atau mengetahui seberapa jauh materi atau bahan pengajaran yang telah dikuasai oleh siswa.

3. Metode Diskusi
Metode diskusi adalah metode pembelajaran yang menghadapkan siswa pada suatu permasalahan. Tujuan utama metode ini adalah untuk memecahkan suatu permasalahan, menjawab pertanyaan, menambah dan memahami pengetahuan siswa, serta untuk membuat suatu keputusan ( Killen, 1998 ). Karena itu, diskusi bukanlah debat yang bersifat mengadu argumentasi. Diskusi lebih bersifat bertukar pengalaman untuk menentukan keputusan tertentu secara bersama - sama.

4. Metode Pemberian Tugas
Metode pemberian tugas adalah metode penyajian bahan dimana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Metode ini diberikan karena dirasakan bahan pelajaran terlalu banyak, sementara waktu sedikit. Metode pemberian tugas adalah cara dalam proses belajar mengajar dengan jalan memberi tugas kepada siswa. Tugas-tugas itu dapat berupa mengikhtisarkan karangan, (dari surat kabar, majalah atau buku bacaan) membuat kliping, mengumpulkan gambar, perangko, dan dapat pula menyusun karangan.

5. Metode Eksperimen
Metode eksperimen menurut Syaiful Bahri Djamarah (2000:95) adalah cara penyajian pelajaran, di mana siswa melakukan percobaan dengan mengalami sendiri sesuatu yang dipelajari. Dalam proses belajar mengajar, dengan metode eksperimen, siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu obyek, keadaan atau proses sesuatu. Dengan demikian, siswa dituntut untuk mengalami sendiri, mencari kebenaran, atau mencoba mencari suatu hukum atau dalil, dan menarik kesimpulan dari proses yang dialaminya itu.

6. Metode Simulasi, Bermain Peran, dan Sosiodrama/Psikodrama
Metode ini menampilkan symbol-simbol atau peralatan yang menggantikan proses kejadian atau benda yang sebenarnya. Metode ini adalah suatu cara penguasaan bahan pelajaran melalui pengembangan dan penghayatan anak didik. Metode yang melibatkan interaksi antara dua siswa atau lebih tentang suatu topik atau situasi. Siswa melakukan peran masing-masing sesuai dengan tokoh yang ia lakoni, mereka berinteraksi sesama mereka.

7. Metode Karyawisata / Widyawisata
Metode ini dmaksudkan untuk menunjukkan kepada siswa secara langsung beberapa hal yang dipelajari di sekolah. Seperti kunjungan Museum, Labolatorium Budaya dll. Disebutkan juga sebagai bentuk format interaksi belajar mengajar yang di berikan kesempatan kepada siswa untuk mempelajari, melengkapi dan memperdalam bahan pembelajaran, dan mendapat pengalaman langsung atas objek yang di pelajari di luar kelas pembelajaran.

8. Metode Pengajaran Unit
Dapat di artikan sebagai suatu cara belajar antara siswa dan guru yang mengarahkan kegiatan pada pemecahan masalah yang dapat di rumuskan secara bersama-sama. Metode ini pada dasarnya bertujuan untuk melatih siswa memecahkan suatu permasalahan dari berbagai disiplin ilmu atau berbagai aspek, sehingga mereka memiliki pemikiran dan pemahaman yang lebih baik.

9. Metode Penemuan ( Discovery-inquiry )
Dapat diartikan sebagai format KBM di mana para siswa menemukan sendiri informasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan – tujuan pembelajaran. Dalam metode ini, dapat berupa kegiatan belajar terentang dari penemuan terbimbing
( Discovery ) sampai ke penemuan tidak terbimbing ( inquiry )
Tujuan dari metode ini pada dasarnya untuk meningkatkan keterlibatan siswa secara aktif dalam mendapatkan formasi, mengarahkan siswa sebagai pelajar seumur hidup, mengurangi ketergantungan kepada guru, serta melatih siswa untuk mengeksplorasi dan memanfaatkan lingkungan sebagai sumber informasi yang tidak habis-habisnya digali.

10. Metode Panel
Panel merupakan sebuah bentuk diskusi yang membahas masalah umum yang bersifat lengkap, yang terdiri dari beberapa orang yang dianggap ahli dalam bidangnya. Sekolah biasanya dilakukan oleh sekelompok guru yang memilih topik sesuai kebutuhan pesera didiknya. Seorang moderator diharapkan dapat memimpin, mengarahkan para panelis sedemikian rupa sehingga kegiatan dapat diikuti dengan baik oleh pendengar.
11. Metode Simposium
Metode yang memaparkan suatu seri pembicara dalam berbagai kelompok topik dalam bidang metri tertentu. Materi-materi tersebut disampaikan oleh ahli dalam bidangnya, setelah itu peserta dapat menyampaikan pertanyaan dan sebagainya kepada pembicara.
12. Metode Seminar
Merupakan kegiatan belajar sekelompok siswa untuk membahas topik, masalah tertentu. Setiap anggota kelompok seminar dituntut agar berperan aktif dankepada mereka dibebankan tanggungjawab untuk mendapatkan solusi dari topic, masalah yang dipecahkannya. Guru bertindak sebagai nara sumber. Tidak jarang seminar melahirkan rekomendasi dan resolusi.
13. Metode Forum
Suatu tempat yang terbuka yang membicarakan suatu persoalan oleh semua orang ikut di dalamnya, kegiatan ini biasanya bersifat informal dan singkat, sehingga sulit mengatur pembicaraan-pembicaraan apalagi masalah yang di bahas adalah masalah yang hangat dan peka secara emosional.
14. Metode Perumpamaan
Suatu metode yang digunakan untuk mengungkapkan suatu sifat dan hakikat dari realitas sesuatu atau dengan cara menggambarkan seseuatu dengan seseuatu yang lain yang serupa.
15. Metode Suri Tauladan
Metode menajar dengan cara memberikan contoh dalam ucapan, perbuatan, atau tingkah laku yang baik dengan harapan menumbuhkan hasrat bagi anak didik untuk meniru atau mengikutinya.
16. Metode Peringatan dan Pemberian Motivasi
Metode mendidik dengan cara memberikan peringatan kepada anak tentang sesuatu dan memberikan motivasi agar memiliki semangat dan keinginan untuk belajar dan mempelajari sesuatu.
17. Metode Praktek
Metode mendidik dengan memberikan materi pendidikan baik menggunakan alat atau benda dengan harapan anak didik mendapatkan kejelasan dan kemudahan dalam mempraktekan materi yang dimaksud.
18. Metode Pemberian Ampunan dan Bimbingan
Metode mengajar dengan cara memberikan kesempatan kepada anak didik memperbaiki tingkah lakunya dan mengembangkan dirinya.
19. Metode Tulisan
Metode mendidik dengan cara penyajian huruf atau symbol apapun yang bertujuan untuk mengetahui segala sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui.

Selain Metode pembelajaran, juga ada strategi belajar yang mana sudah sesuai dengan KBK di sekolah. Di bawah ini akan diuraikan secara singkat dari masing-masing strategi pembelajaran tersebut.

1. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning)
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning) atau biasa disingkat CTL merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan nyata, sehingga peserta didik mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pembelajaran kontekstual, tugas guru adalah memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang memadai. Guru bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran yang berupa hapalan, tetapi mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik belajar.
2. Bermain Peran (Role Playing)
Bermain peran merupakan salah satu model pembelajaran yang diarahkan pada upaya pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan antarmanusia (interpersonal relationship), terutama yang menyangkut kehidupan peserta didik.
Pengalaman belajar yang diperoleh dari metode ini meliputi, kemampuan kerjasama, komunikatif, dan menginterprestasikan suatu kejadian
Melalui bermain peran, peserta didik mencoba mengeksplorasi hubungan-hubungan antarmanusia dengan cara memperagakan dan mendiskusikannya, sehingga secara bersama-sama para peserta didik dapat mengeksplorasi parasaan-perasaan, sikap-sikap, nilai-nilai, dan berbagai strategi pemecahan masalah.
Dengan mengutip dari Shaftel dan Shaftel, E. Mulyasa (2003) mengemukakan tahapan pembelajaran bermain peran meliputi : (1) menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik; (2) memilih peran; (3) menyusun tahap-tahap peran; (4) menyiapkan pengamat; (5) menyiapkan pengamat; (6) tahap pemeranan; (7) diskusi dan evaluasi tahap diskusi dan evaluasi tahap I ; (8) pemeranan ulang; dan (9) diskusi dan evaluasi tahap II; dan (10) membagi pengalaman dan pengambilan keputusan.

3. Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning)
Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning) merupakan model pembelajaran dengan melibatkan peserta didik secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Dengan meminjam pemikiran Knowles, (E.Mulyasa,2003) menyebutkan indikator pembelajaran partsipatif, yaitu : (1) adanya keterlibatan emosional dan mental peserta didik; (2) adanya kesediaan peserta didik untuk memberikan kontribusi dalam pencapaian tujuan; (3) dalam kegiatan belajar terdapat hal yang menguntungkan peserta didik.
Pengembangan pembelajaran partisipatif dilakukan dengan prosedur berikut:
  1. Menciptakan suasana yang mendorong peserta didik siap belajar.
  2. Membantu peserta didik menyusun kelompok, agar siap belajar dan membelajarkan
  3. Membantu peserta didik untuk mendiagnosis dan menemukan kebutuhan belajarnya.
  4. Membantu peserta didik menyusun tujuan belajar.
  5. Membantu peserta didik merancang pola-pola pengalaman belajar.
  6. Membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar.
  7. Membantu peserta didik melakukan evaluasi diri terhadap proses dan hasil belajar.

4. Belajar Tuntas (Mastery Learning)
Belajar tuntas berasumsi bahwa di dalam kondisi yang tepat semua peserta didik mampu belajar dengan baik, dan memperoleh hasil yang maksimal terhadap seluruh materi yang dipelajari. Agar semua peserta didik memperoleh hasil belajar secara maksimal, pembelajaran harus dilaksanakan dengan sistematis. Kesistematisan akan tercermin dari strategi pembelajaran yang dilaksanakan, terutama dalam mengorganisir tujuan dan bahan belajar, melaksanakan evaluasi dan memberikan bimbingan terhadap peserta didik yang gagal mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Tujuan pembelajaran harus diorganisir secara spesifik untuk memudahkan pengecekan hasil belajar, bahan perlu dijabarkan menjadi satuan-satuan belajar tertentu,dan penguasaan bahan yang lengkap untuk semua tujuan setiap satuan belajar dituntut dari para peserta didik sebelum proses belajar melangkah pada tahap berikutnya. Evaluasi yang dilaksanakan setelah para peserta didik menyelesaikan suatu kegiatan belajar tertentu merupakan dasar untuk memperoleh balikan (feedback). Tujuan utama evaluasi adalah memperoleh informasi tentang pencapaian tujuan dan penguasaan bahan oleh peserta didik. Hasil evaluasi digunakan untuk menentukan dimana dan dalam hal apa para peserta didik perlu memperoleh bimbingan dalam mencapai tujuan, sehinga seluruh peserta didik dapat mencapai tujuan ,dan menguasai bahan belajar secara maksimal (belajar tuntas).

5. Pembelajaran dengan Modul (Modular Instruction)
Modul adalah suatu proses pembelajaran mengenai suatu satuan bahasan tertentu yang disusun secara sistematis, operasional dan terarah untuk digunakan oleh peserta didik, disertai dengan pedoman penggunaannya untuk para guru.
Pada umumnya pembelajaran dengan sistem modul akan melibatkan beberapa komponen, diantaranya : (1) lembar kegiatan peserta didik; (2) lembar kerja; (3) kunci lembar kerja; (4) lembar soal; (5) lembar jawaban dan (6) kunci jawaban.

Komponen-komponen tersebut dikemas dalam format modul, sebagai beriku:
  1. Pendahuluan; yang berisi deskripsi umum, seperti materi yang disajikan, pengetahuan, keterampilan dan sikap yang akan dicapai setelah belajar, termasuk kemampuan awal yang harus dimiliki untuk mempelajari modul tersebut.
  2. Tujuan Pembelajaran; berisi tujuan pembelajaran khusus yang harus dicapai peserta didik, setelah mempelajari modul. Dalam bagian ini dimuat pula tujuan terminal dan tujuan akhir, serta kondisi untuk mencapai tujuan.
  3. Tes Awal; yang digunakan untuk menetapkan posisi peserta didik dan mengetahui kemampuan awalnya, untuk menentukan darimana ia harus memulai belajar, dan apakah perlu untuk mempelajari atau tidak modul tersebut.
  4. Pengalaman Belajar; yang berisi rincian materi untuk setiap tujuan pembelajaran khusus, diikuti dengan penilaian formatif sebagai balikan bagi peserta didik tentang tujuan belajar yang dicapainya.
  5. Sumber Belajar; berisi tentang sumber-sumber belajar yang dapat ditelusuri dan digunakan oleh peserta didik.
  6. Tes Akhir; instrumen yang digunakan dalam tes akhir sama dengan yang digunakan pada tes awal, hanya lebih difokuskan pada tujuan terminal setiap modul
Tugas utama guru dalam pembelajaran sistem modul adalah mengorganisasikan dan mengatur proses belajar, antara lain : (1) menyiapkan situasi pembelajaran yang kondusif; (2) membantu peserta didik yang mengalami kesulitan dalam memahami isi modul atau pelaksanaan tugas; (3) melaksanakan penelitian terhadap setiap peserta didik.

6. Pembelajaran Inkuiri
Pembelajaran inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusia atau peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.
Proses inkuiri dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
  1. Merumuskan masalah; kemampuan yang dituntut adalah : (a) kesadaran terhadap masalah; (b) melihat pentingnya masalah dan (c) merumuskan masalah.
  2. Mengembangkan hipotesis; kemampuan yang dituntut dalam mengembangkan hipotesis ini adalah : (a) menguji dan menggolongkan data yang dapat diperoleh; (b) melihat dan merumuskan hubungan yang ada secara logis; dan merumuskan hipotesis.
  3. Menguji jawaban tentatif; kemampuan yang dituntut adalah : (a) merakit peristiwa, terdiri dari : mengidentifikasi peristiwa yang dibutuhkan, mengumpulkan data, dan mengevaluasi data; (b) menyusun data, terdiri dari : mentranslasikan data, menginterpretasikan data dan mengkasifikasikan data.; (c) analisis data, terdiri dari : melihat hubungan, mencatat persamaan dan perbedaan, dan mengidentifikasikan trend, sekuensi, dan keteraturan.
  4. Menarik kesimpulan; kemampuan yang dituntut adalah: (a) mencari pola dan makna hubungan; dan (b) merumuskan kesimpulan
  5. Menerapkan kesimpulan dan generalisasi
Guru dalam mengembangkan sikap inkuiri di kelas mempunyai peranan sebagai konselor, konsultan, teman yang kritis dan fasilitator. Ia harus dapat membimbing dan merefleksikan pengalaman kelompok, serta memberi kemudahan bagi kerja kelompok.
                                                                                                        



DAFTAR PUSTAKA

Rosefendi.1991.Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA.Bandung:Tarsito






 

No comments:

Post a Comment