BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Setiap
pengajaran yang menyangkut siswa yaitu sebagai manusia yang belajar dan faktor-
faktor yang mempengaruhi dari luar. Faktor tersebut antara lain ialah:
kompetensi yang dimiliki seorang pengajar, cara belajar yang harus diikuti
siswa, situasi pengajaran, dan kondisi lingkungan baik dalam arti sempit atau
arti luas.
Faktor-
faktor tersebut dapat menunjang keberhasilan belajar siswa, yang mana
keberhasilan belajar itu tidak sekedar berhasil belajar dengan nilai test keseluruhan
itu baik, tetapi keberhasilan belajar yang di tempuhnya dengan belajar aktif.
Apa itu belajar aktif?
Paling tidak
sejak tahun 1979, prinsip CBSA (Cara Belajar Siawa Aktif) itu telah dirancang oleh P3G(Proyek
Pengembangan Pendidikan Guru). Pada waktu itu 40 dosen IKIP dan guru SPG yang
dipilih dari seluruh IKIP dan SPG di seluruh Indonesia ( sekitar 70% dosen
IKIP) dari lima bidang studi berkelana ke Negara-negara di Asia, Eropa, Amerika
Serikat yang notabene memiliki basic pendidikan yang baik. Hal tesebut
bertujuan untuk mencari teknik-teknik mengajar yang dapat mengembangkan
keaktifan siswa.
Setelah
data terkumpul maka didapat kesimpulan bagaimana siswa dapat aktif dalam
pelajaran di sekolah. Yaitu guru dapat membuat pengajaran itu supaya menarik,
dapat diikuti, diberi kesempatan, materinya luas, tempat dan fasilitas lainnya
menunjang, kelancaran pengajaran, penggunaan teknik/metode yang sesuai, adanya
penilaian dari guru, pengetahuan guru luas, cara yang mengevaluasi yang lebih
luas, memiliki sebongkah kompetensi dan mampu menerapkan dilapangan.
Jadi,
kita wajib mendukung CBSA ini karena tujuan dari CBSA sangat memiliki manfaat
besar bagi siswa sebagai peserta didik dan bagi guru sebagai pendidik. Dimana
guru dapat juga mengembangkan kompetensinya baik dalam beberapa hal yang dapat
mempengaruhi hasil pengajaran di sekolah.
|
1.
Faktor Luar
Kita sudah menyinggung beberapa faktor yang mempengaruhi pengajaran
di sekolah, kita akan membahas satu persatu faktor- faktor tesebut :
a.
Model Penyajian
Materi Pengajaran
Pada tahun 1979
di sekolah-sekolah kita menggunakan dua model penyajian materi, yaitu modul dan
buku atau model satuan pengajaran. Pengajaran dengan modul belum banyak
tersebar secara luas sebab masih dalam taraf percobaan.
b.
Pribadi dan
Sikap Guru
Siswa , manusia
pada umumnya, belajar itu tidak hanya melalui bacaan atau guru saja tetapi juga
melihat, mencontoh, dan mengucapkan dari
apa yang ditunjukan orang lain yaitu sikap, tingkah laku, dan perbuatan manusia
yang lain.
c.
Kompetensi Guru
Adalah suatu
kemampuan yang harus dimiliki guru untuk dapat mengembangkan potensi peserta
didik, dan memberikan contoh- contoh
yang baik bagi peserta didik
d.
Suasanan
Pengajaran
Suasanan
pelajaran yang kondusif adalah suasana dimana guru dan murid saling menerima kekurangan
masing-masing individu dan tidak ada rasa diskriminasi terhadap murud atau guru
yang memiliki suatu kekurangan.
e. Kondisi Masyarakat Luas
Masyarakat
yang berada di sekitar lingkup sekolah sangat mempengaruhi baik dan buruknya
siswa yang ada di sekolah. Jadi harus ada kepedulian masyarakat terhadap murid
dan pengertian dari pihak sekolah terhadap masyarakat.
2.
Pendidikan Guru
Hal
yang perlu diperhatikan dalam membuat program pendidikan guru yaitu harus
memperhatikan kurikulum, calon siswa, dan pengajarnya.
a. Kurikulum
Dalam
pengembangan program pendidikan guru,
sama-sama disepakati bahwa komponen-komponen kurikulum untuk CAGUR (calon guru)
itu ialah komponen pendidikan umum, komponen pendidikan profesi keguruan , dan
komponen pendidikan spesialisasi. Maka dari itu kurikulum itu sangat penting
untuk menjaring guru-guru yang benar-benar berkompeten dalam pengajaran di
sekolah.
b. Guru Efektif
Adalah
guru yang mengajarnya berhasil dan tujuan pengajarannya tercapai.
c. Calon Guru
Calon guru disini yang lebih diutamakan dari jurusan
IKIP karena pembekalan materi yang diberikan itu lebih dari yang bersekolah di
non-IKIP, kemudian terdapat juga materi pembimbingan untuk siswa agar
menghasilkan generasi yang berpendidikan.
d. Syarat
pendidik
Menjadi pendidik menurut Prof. Dr.
Zakariah Darajdat dan kawan-kawan (1992: 41) tidak sembarangan, tetapi harus
memenuhi beberapa persyaratan seperti di bawah ini :
1. Takwa kepada Allah SWT
2. Berilmu
3. Sehat jasmani
4. Berkelakuan baik
e. Tugas dan tanggung jawab pendidik
1. Tugas pendidik :
· Menyerahkan kebudayaan kepada anak
didik berupa kepandaian, kecakapan, dan pengalaman-pengalaman.
· Membentuk kepribadian anak yang
harmonis, sesuai cita-cita dan dasar negara kita pancasila.
· Menyiapkan anak menjadi warga negara
yang baik sesuai Undang-Undang Pendidikan yang merupakan Keputusan MPR No. II
Tahun 1983.
· Sebagai perantara dalam belajar.
· Pendidik adalah sebagai pembimbing,
untuk membawa anak didik ke arah kedewasaan, pendidik tidak maha kuasa, tidak
dapat membentuk anak menurut sekehendaknya.
· Pendidik sebagai penghubung antara
sekolah dan masyarakat.
· Sebagai penegak disiplin, pendidik
menjadi contoh dalam segala hal, tata tertib dapat berjalan bila pendidik dapat
menjalani lebih dahulu.
· Pendidik sebagai administrator dan
manajer
· Pendidik sebagai perencana kurikulum
· Pekerjaan pendidik sebagai suatu
profesi Pendidik sebagai pemimpin
· Pendidik sebagai sponsor dalam
kegiatan anak – anak
2.
Tanggung jawab pendidik
Pendidik
adalah orang yang bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan anak didik, serta
bertanggung jawab untuk membentuk anak didik agar menjadi orang bersusila yang
cakap, berguna bagi agama, nusa, dan bangsa di masa yang akan datang.
BAB
II
ISI
TEORI DAN PSIKOLOGI
DALAM PELAJARAN MATEMATIKA
A.
Definisi Intelegensi
Menurut panitia istilah Padagogik (1953) yang
mengangkat pendapat Stern yang dimaksud intelegensi adalah “daya menyesuaikan
diri dengan keadaan baru dengan menggunakan alat-alat berpikir menurut
tujuannya”.
Menurut V. Hees, intelegensi ialah “sifat
kecerdasan jiwa”.
K. Buhler, mengatakan bahwa intelegensi adalah “Perbuatan yang disertai dengan pemahaman atau pengertian”.
K. Buhler, mengatakan bahwa intelegensi adalah “Perbuatan yang disertai dengan pemahaman atau pengertian”.
David
Wechsler, seorang ahli di bidang ini memberikan definisi mengenai intelegensi
mula-mula sebagai “kapasitas untuk mengerti lingkungan dan kemampuan akal-budi
untuk mengatasi tantangan-tantangannya”. Pada kesempatan lain ia mengatakan
bahwa intelegensi adalah “kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir
secara rasional, dan menghadapi lingkungan-lingkungannya secara efektif”.
Dari
definisi-definisi yang disajikan di atas, kita menarik beberapa kesimpulan yang
akan menjelaskan ciri-ciri intelegensi:
1.
Intelegensi
merupakan suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara
rasional. Oleh karena itu, intelegensi tidak dapat diamati secara langsung,
melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan
manifestasi dari proses berpikir rasional itu.
2.
|
Menurut arah dan hasilnya, intelegensi ada dua macam, yaitu:
a. Intelegensi praktis. Ialah intelegensi untuk dapat mengatasi suatu situasi yang
sulit dalam sesuatu kerja, yang berlangsung
secara cepat dan tepat.
b. Intelegensi teoritis. Ialah intelegensi untuk dapat mendapatkan suatu fikiran
b. Intelegensi teoritis. Ialah intelegensi untuk dapat mendapatkan suatu fikiran
penyelesaian soal atau masalah dengan
cepat dan tepat.
B.
Teori Intelegensi dari J.P.Guilford
Teori Belajar Guilford banyak membicarakan mengenai struktur
intelejensi/kecerdasan seseorang yang banyak mengarah pada kretivitas
seseorang. Guilford menerangkan tentang Kecerdasan yang di diartikan sebagai
kemampuan seseorang dalam menjawab melalui situasi sekarang untuk semua
peristiwa masa lalu dan mengantisipasi masa yang akan datang. Dalam konteks ini
maka yang namanya belajar adalah termasuk berpikir, atau berupaya berpikir
untuk menjawab segala masalah yang dihadapi. Diperlukan perilaku intelejen,
yang tentu sangat berbeda dengan perilaku nonintelejen.
Berpikir kreatif menuntut adanya pengikatan diri terhadap
tugas (task commitment) yang tinggi. Artinya, kreativitas menuntut disiplin
yang tinggi dan konsisten terhadap bidang tugas. Kreativitas, menurut Guilford
(1967), dapat dinilai dari ciri-ciri aptitude seperti kelancaran, fleksibilitas
dan orisinalitas, maupun ciri-ciri non-aptitude, antara lain temperamen,
motivasi, serta komitmen menyelesaikan tugas. Hidup berarti menghadapi masalah,
dan memecahkan masalah berarti tumbuh berkembang secara intelektual. Guilford
mengemukakan bahwa inteligensi dapat dilihat dari tiga kategori dasar atau
faces of intellect, yaitu :
1. Operasi Mental (Proses Befikir)
a.
Cognition (menyimpan informasi yang lama dan menemukan informasi yang baru).
b.
Memory Retention (ingatan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari).
c.
Memory Recording (ingatan yang segera).
d.
Divergent Production (berfikir melebar atau banyak kemungkinan jawaban/
alternatif).
e.
Convergent Production (berfikir memusat atau hanya satu kemungkinan
jawaban/alternatif).
f.
Evaluation (mengambil keputusan tentang apakah suatu itu baik, akurat, atau
memadai).
2. Content (Isi yang Dipikirkan)
a. Visual
(bentuk konkret atau gambaran).
b.
Auditory.
c. Word
Meaning (semantic).
d.
Symbolic (informasi dalam bentuk lambang, kata-kata atau angka dan notasi
musik).
e.
Behavioral (interaksi non verbal yang diperoleh melalui penginderaan, ekspresi
muka atau suara
3. Product (Hasil Berfikir)
a. Unit
(item tunggal informasi).
b. Kelas
(kelompok item yang memiliki sifat-sifat yang sama).
c. Relasi
(keterkaitan antar informasi).
d. Sistem
(kompleksitas bagian saling berhubungan).
e.
Transformasi (perubahan, modifikasi, atau redefinisi informasi).
f.
Implikasi (informasi yang merupakan saran dari informasi item lain).
C.
Teori Belajar-Mengajar
1.
Jean Piaget dengan teori
Perkembangan Mental.
Jean Piaget dikenal dengan teori perkembangan
intelektual yang menyeluruh, yang mencerminkan adanya kekuatan antara fungsi
biologi & psikologis ( perkembangan jiwa ). Piaget menerangkan inteligensi
itu sendiri sebagai adaptasi biologi terhadap lingkungan. Contoh : manusia
tidak mempunyai mantel berbulu lembut untuk melindunginya dari dingin; manusia
tidak mempunyai kecepatan untuk lari dari hewan pemangsa; manusia juga tidak
mempunyai keahlian dalam memanjat pohon. Tapi manusia memiliki kepandaian untuk
memproduksi pakaian & kendaraan untuk transportasi.
Faktor yang berpengaruh dalam
perkembangan kognitif, yaitu :
a. Fisik
Interaksi antara individu dan dunia luar merupakan sumber pengetahuan baru, tetapi kontak dengan dunia fisik itu tidak cukup untuk mengembangkan pengetahuan kecuali jika intelegensi individu dapat memanfaatkan pengalaman tersebut.
a. Fisik
Interaksi antara individu dan dunia luar merupakan sumber pengetahuan baru, tetapi kontak dengan dunia fisik itu tidak cukup untuk mengembangkan pengetahuan kecuali jika intelegensi individu dapat memanfaatkan pengalaman tersebut.
b. Kematangan
Kematangan
sistem syaraf menjadi penting karena memungkinkan anak memperoleh manfaat
secara maksimum dari pengalaman fisik. Kematangan membuka kemungkinan untuk
perkembangan sedangkan kalau kurang hal itu akan membatasi secara luas prestasi
secara kognitif. Perkembangan berlangsung dengan kecepatan yang berlainan
tergantung pada sifat kontak dengan lingkungan dan kegiatan belajar sendiri.
c. Pengaruh sosial
Lingkungan sosial termasuk peran bahasa dan pendidikan, pengalaman fisik dapat memacu atau menghambat perkembangan struktur kognitif.
Lingkungan sosial termasuk peran bahasa dan pendidikan, pengalaman fisik dapat memacu atau menghambat perkembangan struktur kognitif.
d. Proses pengaturan diri ( ekuilibrasi )
Proses pengaturan diri dan
pengoreksi diri, mengatur interaksi spesifik dari individu dengan lingkungan
maupun pengalaman fisik, pengalaman sosial dan perkembangan jasmani yang
menyebabkan perkembangan kognitif berjalan secara terpadu dan tersusun baik.
2. Zoltan
P. Dienes mengenai pengajaran matematika
Zoltan P.
Dienes adalah seorang matematikawan yang memusatkan perhatiannya pada
anak-anak. Dasar teorinya bertumpu pada teori Piaget dan dikembangkan dengan
berorientasi pada anak-anak.
Dalam teorinya,
Dienes menyatakan bahwa konsep-konsep matematika akan berhasil bila dipelajari
dengan thapah-tahapan:
a.
Tahap permainan bebas
Merupakan tahap
belajar konsep yang aktivitasnya tidak terstruktur dan tidak diarahkan. Aktivitas
ini memungkinkan siswa mengadakan percobaan dan mengotak-atik (memanipulasi)
benda-benda konkrit dan abstrak dari unsur-unsur yang dipelajarinya.
b.
Tahap permainan dengan aturan
Pada tahap ini
siswa sudah mulai meneliti pola-pola dan keteraturan yang terdapat dalam konsep
tertentu. Semakin banyak bentuk-bentuk berlainan yang diberikan dalam
konsep-konsep tertentu aka semakin jelas konsep yang difahami siswa.
c.
Tahap mencari kesamaan sifat
Pada tahap ini
siswa diarahkan dalam kegiatan menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan
dengan menstranlasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan yang satu
kebentuk permainan lainnya. Tranlasi ini tidak boleh mengubah sifat abstrak
yang ada dalam permainan semula.
d.
Tahap representasi
Merupakan tahap
pengambilan kesamaan sifat dari beberapa situasi yang sejenis. Siswa menentukan
representasi dari konsep-konsep tertentu, setelah mereka berhasil menyimpulkan
kesamaan sifat yang terdapat dalam situasi yang dihadapinya. Dengan demikian
siswa telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang sifatnya abstrak
yang terdapat dalam konsep yang sedang dipelajarinya.
e.
Tahap simbolisasi
Termasuk tahap
belajar konsep yang membutuhkan kemampuan merumuskan representasi dari setiap
konsep-konsep dengan menggunakan simbol-simbol matematika atau melalui
perumusan verbal.
f.
Tahap formalisasi
Dalam tahap ini
siswa dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan
sifat-sifat baru dari konsep tersebut. Sebagai contoh, siswa yang telah
mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu
merumuskan teorema dalam arti membuktikan teorema tersebut.
3. Van
Hiele dalam Pengajaran Geometri
Dalam
pembelajaran geometri terdapat teori belajar yang dikemukakan oleh Van Hiele
(1954) yang menguraikan tahap-tahap perkembangan mental siswa dalam geometri.
Menurut Van Hiele, tiga unsur utama dalam pembelajaran geometri yaitu waktu,
materi pengajaran dan metode pengajaran yang diterapkan.
Dalam
memepelajari geometri siswa mengalami perkembangan kemampuan berfikir dengan
melalui tingkatan:
a.
Tingkatan visualisasi
Pada tingkat
ini siswa memandang sesuatu bangun geometri sebagai keseluruhan, sesuatu yang wholistic. Pada tingkat ini siswa belum
memeperhatikan komponen-komponen dari masing-masing bangun. Dengan demikian
meskipun siswa sudah mengenal nama sesuatu bangun, siswa belum mengamati
ciri-ciri dari bangun itu.
b.
Tingkat analisis (tingkat deskriptif)
Pada tingkat
ini siswa sudah dapat menganalisis bagian-bagian yang ada pada suatu bangun dan
mengamati sifat-sifat yang dimiliki oleh bangun tersebut.
c.
Tingkat abstraksi (tingkat
pengurutan/relasional)
Pada tingkat
ini siswa dapat memahami hubungan antara ciri yang satu dengan ciri yang lain
pada suatu bangun.
d.
Tingkat deduktif formal
Pada tingkat
ini siswa sudah memahami peranan pengertian-pengertian, definisi, aksioma, dan
teorema pada geometri. Pada tingkat ini siswa juga sudah mampu menyusun
bukti-bukti formal yang berarti siswa sudah memahami proses berfikir yang
bersifat deduktif-aksiomatis dan mampu menggunakan proses berfikir tersebut.
e.
Tingkat rigor (tingkat matematis)
Pada tingkat
ini siswa mampu melakukan penalaran secara formal tentang sistem-sistem
matematika tanpa membutuhkan model yang konkrit sebagai acuan. Siswa memahami
bahwa dimungkinkan adanya lebih dari satu geometri disamping geometri Euclides
4. Jerome
S. Bruner dengan Metode Penemuannya
Bruner
banyak memberikan pandangan mengenai perkembangan kognitif manusia, bagaimana manusia
belajar, atau memperoleh pengetahuan dan mentransformasi pengetahuan. Dasar
pemikiran teorinya memandang bahwa manusia sebagai pemproses, pemikir dan
pencipta informasi. Bruner menyatakan belajar merupakan suatu proses aktif yang
memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru diluar informasi yang
diberikan kepada dirinya.
1. Proses Belajar Mengajar Menurut
Jerome S. Bruner
Pendirian
yang terkenal yang dikemukakan oleh J. Bruner ialah, bahwa setiap mata
pelajaran dapat diajarakan dengan efektif dalam bentuk yang jujur secara
intelektual kepada setiap anak dalam setiap tingkat perkembangannya.
Pendiriannya ini didasarkan sebagian besar atas penelitian Jean Piaget
tentang perkembangan intelektual anak.
A) Perkembangan
intelektual anak
Menurut
Bruner, dalam prosses belajar siswa menempuh tiga tahap, yaitu:
1.
Tahap
informasi (tahap penerimaan materi)
Dalam tahap ini, seorang siswa yang
sedang belajar memperoleh sejumlah keterangan mengenai materi yang sedang
dipelajari.
2.
Tahap
transformasi (tahap pengubahan materi)
Dalam tahap ini, informasi yang
telah diperoleh itu dianalisis, diubah atau ditransformasikan menjadi bentuk
yang abstrakatau konseptual.
3.
Tahap
evaluasi
Dalam tahap evaluasi, seorang siswa
menilai sendiri sampai sejauh mana informasi yang telah ditransformasikan tadi
dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala atau masalah yang dihadapi.
4. Kurikulum spiral
J. S.
Bruner dalam belajar matematika menekankan pendekatan dengan bentuk spiral.
Pendekatan spiral dalam belajar mengajar matematika adalah menanamkan konsep
dan dimulai dengan benda kongkrit secara intuitif, kemudian pada tahap-tahap
yang lebih tinggi (sesuai dengan kemampuan siswa) konsep ini diajarkan dalam
bentuk yang abstrak dengan menggunakan notasi yang lebih umum dipakai dalam
matematika. Penggunaan konsep Bruner dimulai dari cara intuitif
keanalisis dari eksplorasi kepenguasaan. Misalnya, jika ingin menunjukkan
angka 3 (tiga) supaya menunjukkan sebuah himpunan dengan tiga anggotanya.
B)
Alat-Alat Mengajar
Jerome
Bruner membagi alat instruksional dalam 4 macam menurut fungsinya.
1. alat untuk menyampaikan pengalaman
“vicarious”. Yaitu menyajikan bahan-bahan kepada murid-murid yang sedianya
tidak dapat mereka peroleh dengan pengalaman langsung yang lazim di sekolah.
Ini dapat dilakukan melalui film, TV, rekaman suara dll.
2. Alat model yang dapat memberikan pengertian
tentang struktur atau prinsip suatu gejala, misalnya model molekul atau alat
pernafasan, tetapi juga eksperimen atau demonstrasi, juga program yang
memberikan langkah-langkah untuk memahami suatu prinsip atau struktur pokok.
3. Alat dramatisasi, yakni yang mendramatisasikan
sejarah suatu peristiwa atau tokoh, film tentang alam yang memperlihatkan
perjuangan untuk hidup, untuk memberi pengertian tentang suatu ide atau gejala.
4. Alat automatisasi seperti “teaching
machine” atau
pelajaran berprograma, yang menyajikan suatu masalah dalam urutan yang teratur
dan memberi ballikan atau feedback tentang responds murid.
- Teori Belajar Robert M. Gagne
Pandangan
Gagne tentang belajar dikelompokkan menjadi 8 tipe. Kedelapan tipe tersebut
adalah belajar dengan: (1) isyarat (signal), (2) stimulus respons, (3)
rangkaian gerak (motor chaining), (4) rangkaian verbal (verbal
chaining), (5) memperbedakan (discrimination learning), (6)
pembentukan konsep (concept formation), (7) pembentukan aturan (principle
formation) dan (8) pemecahan masalah (problem solving) (Ruseffendi,
1988).
Terdapat 2
di antara 8 tipe belajar yang dikemukakan oleh Gagne yang erat kaitannya dengan
pendekatan pengajuan masalah matematika, yaitu: (1) rangkaian verbal (verbal
chaining) dan (2) pemecahan masalah (problem solving).
- Rangkaian verbal (verbal chaining). Rangkaian verbal dalam pembelajaran matematika dapat berarti mengemukakan pendapat yang berkaitan dengan konsep, simbol, definisi, aksioma, lemma atau teorema, dalil atau rumus. Sedangkan pengertian rangkaian verbal itu sendiri menurut Ruseffendi (1988) adalah perbuatan lisan terurut dari dua rangkaian kegiatan atau lebih stimulus respons. Dengan memperhatikan pengertian di atas, maka dapat dikatakan bahwa tipe belajar rangkaian verbal dapat mengantarkan siswa dalam mengaitkan antara skemata yang telah dimiliki siswa dengan unsur-unsur dalam matematika yang akan dipelajarinya.
- Pemecahan Masalah (Problem solving). Pengajuan masalah merupakan langkah kelima setelah empat langkah Polya dalam pemecahan masalah matematika (Gonzales, 1996). Berkaitan dengan pandangan ini, Brown dan Walter (1993) menjelaskan bahwa dengan melihat tahap-tahap kegiatan antara pengajuan dan pemecahan masalah, maka pada dasarnya pembelajaran dengan pengajuan masalah matematika merupakan pengembangan dari pembelajaran dengan pemecahan masalah matematika. Dukungan lain mengenai keeratan hubungan antara kedua pendekatan yang dimaksud di atas adalah tuntutan kemampuan siswa untuk memahami masalah, merencanakan dan menjalankan strategi penyelesaian masalah. Ketiga langkah tersebut juga merupakan langkah-langkah dalam pembelajaran dengan pendekatan pengajuan masalah matematika (Silver et al., 1996). Selain itu, Cars (dalam Sutawidjaja, 1998) menegaskan bahwa untuk meningkatkan kemampuan siswa memecahkan masalah matematika, maka salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan jalan membiasakan siswa mengajukan masalah, soal, atau pertanyaan matematika sesuai dengan situasi yang diberikan oleh guru.
Menurut Gagne belajar matematika terdiri dari objek langsung
dan objek tak langsung.
objek tak langsung antara lain kemampuan menyelidiki, kemampuan memecahkan
masalah, ketekunan, ketelitian, disiplin diri, bersikap positif terhadap
matematika. Sedangkan objek tak langsung berupa fakta, keterampilan, konsep,
dan prinsip.
- Fakta adalah konvensi (kesepakatan) dalam matematika seperti simbol-simbol matematika. Fakta bahwa 2 adalah simbol untuk kata ”dua”, simbol untuk operasi penjumlahan adalah ”+” dan sinus suatu nama yang diberikan untuk suatu fungsi trigonometri. Fakta dipelajari dengan cara menghafal, drill, latiahan, dan permainan.
- Keterampilan (Skill) adalah suatu prosedur atau aturan untuk mendapatkan atau memperoleh suatu hasil tertentu. contohnya, keterampilan melakukan pembagian bilangan yang cukup besar, menjumlahkan pecahan dan perkalian pecahan desimal. Para siswa dinyatakan telah memperoleh keterampilan jika ia telah dapat menggunakan prosedur atau aturan yang ada dengan cepat dan tepat.keterampilan menunjukkan kemampuan memberikan jawaban dengan cepat dan tepat.
- Konsep adalah ide abstrak yang memunkinkan seseorang untuk mengelompokkan suatu objek dan menerangkan apakah objek tersebut merupakan contoh atau bukan contoh dari ide abstrak tersebut. Contoh konsep himpunan, segitiga, kubus, lingkaran. siswa dikatakan telah mempelajari suatu konsep jika ia telah dapat membedakan contoh dan bukan contoh. untuk sampai ke tingkat tersebut, siswa harus dapat menunjukkan atribut atau sifat-sifat khusus dari objek yang termasuk contoh dan yang bukan contoh.
- Prinsip adalah pernyataan yang memuat hubungan antara dua konsep atau lebih. Prinsip merupakan yang paling abstrak dari objek matematika yang berupa sifat atau teorema. Contohnya, teorema Pytagoras yaitu kuadrat hipotenusa pada segitiga siku-siku sama dengan jumlah kuadrat dari dua sisi yang lain. Untuk mengerti teorema Pytagoras harus mengetahui konsep segitiga siku-siku, sudut dan sisi. Seorang siswa dinyatakan telah memahami prinsip jika ia dapat mengingat aturan, rumus, atau teorema yang ada; dapat mengenal dan memahami konsep-konsep yang ada pada prinsip tersebut; serta dapat menggunakannya pada situasi yang tepat.
- Teori Belajar Skiner
Ia berpendapat bahwa dalam
eksperimen Pavlov seharusnya setelah anjing diberi stimulus berupa bunyi bel,
anjing tersebut seharusnya bisa mengambil makanan sendiri. Dalam matematika;
untuk merangsang siswa mau belajar maka diberi “reward & funishment” dalam
kegiatan tanya-jawab (stimulus-respon), kemudian diberi penguatan/reinforcement
berupa penjelasan teoritis materi pelajaran yang ditanyakan tersebut
(tanya-jawab) pada siswa.
STRATEGI
DALAM PENGAJARAN MATEMATIKA
Metode pembelajaran atau strategi mengajar adalah suatu cara menyampaikan
pesan yang terkandung dalam kurikulum. Metode harus sesuai dengan materi yang
akan disampaikan. Metode pembelajaran ini, menjawab pertanyaan “how” yaitu
bagaimana menyampaikan materi atau isi kurikulum kepada siswa secara efektif.
Oleh karenanya, walaupun metode pembelajaran adalah komponen yang kecil dari
perencanaan pengajaran (instructional plan), tetapi memiliki peran dan fungsi
yang sangat penting dalam proses belajar itu sendiri.
Macam-macam
metode pangajaran yang diajarkan di sekolah adalah:
1.
Metode Ceramah
Metode ceramah yaitu sebuah metode mengajar dengan
menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada sejumlah siswa yang
pada umumnya mengikuti secara pasif. Muhibbin Syah, (2000). Metode ceramah
dapat dikatakan sebagai satu-satunya metode yang paling ekonomis untuk
menyampaikan informasi, dan paling efektif dalam mengatasi kelangkaan literatur
atau rujukan yang sesuai dengan jangkauan daya beli dan paham siswa. Metode ini
berbentuk penjelasan konsep, prinsip dan fakta pada akhir perkuliahan ditutup
dengan Tanya jawab antara dosen dan mahasiswa.
2.
Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab merupakan cara penyajian pelajaran dalam
bentuk pertanyaan yang harus dijawab terutama dari guru kepada siswa, tetapi
dapat pula dari siswa kepada guru (Syaiful Bahri Djamarah 2000: 107). Metode
ini dipandang lebih baik dari pada metode pembelajaran konvensional yaitu
metode ceramah. Alasannya karena metode ini dapat merangsang siswa untuk
berfikir dan berkreativitas dalam proses pembelajaran. Metode Tanya jawab juga
dapat digunakan untuk mengukur atau mengetahui seberapa jauh materi atau bahan
pengajaran yang telah dikuasai oleh siswa.
3.
Metode Diskusi
Metode diskusi adalah metode pembelajaran yang menghadapkan
siswa pada suatu permasalahan. Tujuan utama metode ini adalah untuk memecahkan
suatu permasalahan, menjawab pertanyaan, menambah dan memahami pengetahuan
siswa, serta untuk membuat suatu keputusan ( Killen, 1998 ). Karena itu,
diskusi bukanlah debat yang bersifat mengadu argumentasi. Diskusi lebih
bersifat bertukar pengalaman untuk menentukan keputusan tertentu secara bersama
- sama.
4.
Metode Pemberian Tugas
Metode pemberian tugas adalah metode penyajian bahan dimana
guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Metode
ini diberikan karena dirasakan bahan pelajaran terlalu banyak, sementara waktu
sedikit. Metode pemberian tugas adalah cara dalam proses belajar mengajar
dengan jalan memberi tugas kepada siswa. Tugas-tugas itu dapat berupa
mengikhtisarkan karangan, (dari surat kabar, majalah atau buku bacaan) membuat
kliping, mengumpulkan gambar, perangko, dan dapat pula menyusun karangan.
5.
Metode Eksperimen
Metode eksperimen menurut Syaiful Bahri Djamarah (2000:95)
adalah cara penyajian pelajaran, di mana siswa melakukan percobaan dengan
mengalami sendiri sesuatu yang dipelajari. Dalam proses belajar mengajar,
dengan metode eksperimen, siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau
melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu obyek, keadaan atau
proses sesuatu. Dengan demikian, siswa dituntut untuk mengalami sendiri,
mencari kebenaran, atau mencoba mencari suatu hukum atau dalil, dan menarik
kesimpulan dari proses yang dialaminya itu.
6.
Metode Simulasi, Bermain Peran, dan Sosiodrama/Psikodrama
Metode ini menampilkan symbol-simbol atau peralatan yang
menggantikan proses kejadian atau benda yang sebenarnya. Metode ini adalah
suatu cara penguasaan bahan pelajaran melalui pengembangan dan penghayatan anak
didik. Metode yang melibatkan interaksi antara dua siswa atau lebih tentang
suatu topik atau situasi. Siswa melakukan peran masing-masing sesuai dengan tokoh
yang ia lakoni, mereka berinteraksi sesama mereka.
7.
Metode Karyawisata / Widyawisata
Metode ini dmaksudkan untuk menunjukkan kepada siswa secara
langsung beberapa hal yang dipelajari di sekolah. Seperti kunjungan Museum,
Labolatorium Budaya dll. Disebutkan juga sebagai bentuk format interaksi
belajar mengajar yang di berikan kesempatan kepada siswa untuk mempelajari,
melengkapi dan memperdalam bahan pembelajaran, dan mendapat pengalaman langsung
atas objek yang di pelajari di luar kelas pembelajaran.
8.
Metode Pengajaran Unit
Dapat
di artikan sebagai suatu cara belajar antara siswa dan guru yang mengarahkan
kegiatan pada pemecahan masalah yang dapat di rumuskan secara bersama-sama.
Metode ini pada dasarnya bertujuan untuk melatih siswa memecahkan suatu permasalahan
dari berbagai disiplin ilmu atau berbagai aspek, sehingga mereka memiliki
pemikiran dan pemahaman yang lebih baik.
9.
Metode Penemuan ( Discovery-inquiry )
Dapat
diartikan sebagai format KBM di mana para siswa menemukan sendiri informasi
yang diperlukan untuk mencapai tujuan – tujuan pembelajaran. Dalam metode ini,
dapat berupa kegiatan belajar terentang dari penemuan terbimbing
(
Discovery ) sampai ke penemuan tidak terbimbing ( inquiry )
Tujuan
dari metode ini pada dasarnya untuk meningkatkan keterlibatan siswa secara
aktif dalam mendapatkan formasi, mengarahkan siswa sebagai pelajar seumur
hidup, mengurangi ketergantungan kepada guru, serta melatih siswa untuk
mengeksplorasi dan memanfaatkan lingkungan sebagai sumber informasi yang tidak habis-habisnya
digali.
10.
Metode Panel
Panel merupakan sebuah bentuk diskusi yang membahas masalah
umum yang bersifat lengkap, yang terdiri dari beberapa orang yang dianggap ahli
dalam bidangnya. Sekolah biasanya dilakukan oleh sekelompok guru yang memilih
topik sesuai kebutuhan pesera didiknya. Seorang moderator diharapkan dapat
memimpin, mengarahkan para panelis sedemikian rupa sehingga kegiatan dapat
diikuti dengan baik oleh pendengar.
11.
Metode Simposium
Metode yang memaparkan suatu seri pembicara dalam berbagai
kelompok topik dalam bidang metri tertentu. Materi-materi tersebut disampaikan
oleh ahli dalam bidangnya, setelah itu peserta dapat menyampaikan pertanyaan
dan sebagainya kepada pembicara.
12.
Metode Seminar
Merupakan kegiatan belajar sekelompok siswa untuk membahas
topik, masalah tertentu. Setiap anggota kelompok seminar dituntut agar berperan
aktif dankepada mereka dibebankan tanggungjawab untuk mendapatkan solusi dari
topic, masalah yang dipecahkannya. Guru bertindak sebagai nara sumber. Tidak
jarang seminar melahirkan rekomendasi dan resolusi.
13.
Metode Forum
Suatu tempat yang terbuka yang membicarakan suatu persoalan
oleh semua orang ikut di dalamnya, kegiatan ini biasanya bersifat informal dan
singkat, sehingga sulit mengatur pembicaraan-pembicaraan apalagi masalah yang
di bahas adalah masalah yang hangat dan peka secara emosional.
14. Metode
Perumpamaan
Suatu metode yang digunakan untuk
mengungkapkan suatu sifat dan hakikat dari realitas sesuatu atau dengan cara
menggambarkan seseuatu dengan seseuatu yang lain yang serupa.
15. Metode
Suri Tauladan
Metode menajar dengan cara memberikan
contoh dalam ucapan, perbuatan, atau tingkah laku yang baik dengan harapan
menumbuhkan hasrat bagi anak didik untuk meniru atau mengikutinya.
16. Metode
Peringatan dan Pemberian Motivasi
Metode mendidik dengan cara memberikan
peringatan kepada anak tentang sesuatu dan memberikan motivasi agar memiliki
semangat dan keinginan untuk belajar dan mempelajari sesuatu.
17. Metode
Praktek
Metode mendidik dengan memberikan materi
pendidikan baik menggunakan alat atau benda dengan harapan anak didik
mendapatkan kejelasan dan kemudahan dalam mempraktekan materi yang dimaksud.
18. Metode
Pemberian Ampunan dan Bimbingan
Metode mengajar dengan cara memberikan
kesempatan kepada anak didik memperbaiki tingkah lakunya dan mengembangkan
dirinya.
19. Metode
Tulisan
Metode mendidik dengan cara penyajian
huruf atau symbol apapun yang bertujuan untuk mengetahui segala sesuatu yang
sebelumnya tidak diketahui.
Selain Metode pembelajaran, juga ada strategi belajar yang
mana sudah sesuai dengan KBK di sekolah. Di bawah ini akan diuraikan secara
singkat dari masing-masing strategi pembelajaran tersebut.
1.
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning)
Pembelajaran
Kontekstual (Contextual Teaching Learning) atau biasa disingkat CTL
merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi
pembelajaran dengan dunia kehidupan nyata, sehingga peserta didik mampu
menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan
sehari-hari.
Dalam
pembelajaran kontekstual, tugas guru adalah memberikan kemudahan belajar kepada
peserta didik, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang
memadai. Guru bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran yang berupa hapalan,
tetapi mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta
didik belajar.
2.
Bermain Peran (Role Playing)
Bermain peran merupakan salah satu model pembelajaran yang
diarahkan pada upaya pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan
antarmanusia (interpersonal relationship), terutama yang menyangkut
kehidupan peserta didik.
Pengalaman
belajar yang diperoleh dari metode ini meliputi, kemampuan kerjasama,
komunikatif, dan menginterprestasikan suatu kejadian
Melalui bermain peran, peserta didik mencoba mengeksplorasi
hubungan-hubungan antarmanusia dengan cara memperagakan dan mendiskusikannya,
sehingga secara bersama-sama para peserta didik dapat mengeksplorasi
parasaan-perasaan, sikap-sikap, nilai-nilai, dan berbagai strategi pemecahan
masalah.
Dengan mengutip dari Shaftel dan Shaftel, E. Mulyasa (2003)
mengemukakan tahapan pembelajaran bermain peran meliputi : (1) menghangatkan
suasana dan memotivasi peserta didik; (2) memilih peran; (3) menyusun
tahap-tahap peran; (4) menyiapkan pengamat; (5) menyiapkan pengamat; (6) tahap
pemeranan; (7) diskusi dan evaluasi tahap diskusi dan evaluasi tahap I ; (8)
pemeranan ulang; dan (9) diskusi dan evaluasi tahap II; dan (10) membagi
pengalaman dan pengambilan keputusan.
3.
Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning)
Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and
Learning) merupakan model pembelajaran dengan melibatkan peserta didik
secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Dengan
meminjam pemikiran Knowles, (E.Mulyasa,2003) menyebutkan indikator pembelajaran
partsipatif, yaitu : (1) adanya keterlibatan emosional dan mental peserta
didik; (2) adanya kesediaan peserta didik untuk memberikan kontribusi dalam
pencapaian tujuan; (3) dalam kegiatan belajar terdapat hal yang menguntungkan
peserta didik.
Pengembangan
pembelajaran partisipatif dilakukan dengan prosedur berikut:
- Menciptakan suasana yang mendorong peserta didik siap belajar.
- Membantu peserta didik menyusun kelompok, agar siap belajar dan membelajarkan
- Membantu peserta didik untuk mendiagnosis dan menemukan kebutuhan belajarnya.
- Membantu peserta didik menyusun tujuan belajar.
- Membantu peserta didik merancang pola-pola pengalaman belajar.
- Membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar.
- Membantu peserta didik melakukan evaluasi diri terhadap proses dan hasil belajar.
4.
Belajar Tuntas (Mastery Learning)
Belajar tuntas berasumsi bahwa di dalam kondisi yang tepat
semua peserta didik mampu belajar dengan baik, dan memperoleh hasil yang
maksimal terhadap seluruh materi yang dipelajari. Agar semua peserta didik
memperoleh hasil belajar secara maksimal, pembelajaran harus dilaksanakan
dengan sistematis. Kesistematisan akan tercermin dari strategi pembelajaran
yang dilaksanakan, terutama dalam mengorganisir tujuan dan bahan belajar,
melaksanakan evaluasi dan memberikan bimbingan terhadap peserta didik yang
gagal mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Tujuan pembelajaran harus diorganisir secara spesifik untuk
memudahkan pengecekan hasil belajar, bahan perlu dijabarkan menjadi
satuan-satuan belajar tertentu,dan penguasaan bahan yang lengkap untuk semua
tujuan setiap satuan belajar dituntut dari para peserta didik sebelum proses
belajar melangkah pada tahap berikutnya. Evaluasi yang dilaksanakan setelah
para peserta didik menyelesaikan suatu kegiatan belajar tertentu merupakan
dasar untuk memperoleh balikan (feedback). Tujuan utama evaluasi adalah
memperoleh informasi tentang pencapaian tujuan dan penguasaan bahan oleh
peserta didik. Hasil evaluasi digunakan untuk menentukan dimana dan dalam hal
apa para peserta didik perlu memperoleh bimbingan dalam mencapai tujuan,
sehinga seluruh peserta didik dapat mencapai tujuan ,dan menguasai bahan
belajar secara maksimal (belajar tuntas).
5.
Pembelajaran dengan Modul (Modular Instruction)
Modul adalah suatu proses pembelajaran mengenai suatu satuan
bahasan tertentu yang disusun secara sistematis, operasional dan terarah untuk
digunakan oleh peserta didik, disertai dengan pedoman penggunaannya untuk para
guru.
Pada umumnya pembelajaran dengan sistem modul akan
melibatkan beberapa komponen, diantaranya : (1) lembar kegiatan peserta didik;
(2) lembar kerja; (3) kunci lembar kerja; (4) lembar soal; (5) lembar jawaban
dan (6) kunci jawaban.
Komponen-komponen
tersebut dikemas dalam format modul, sebagai beriku:
- Pendahuluan; yang berisi deskripsi umum, seperti materi yang disajikan, pengetahuan, keterampilan dan sikap yang akan dicapai setelah belajar, termasuk kemampuan awal yang harus dimiliki untuk mempelajari modul tersebut.
- Tujuan Pembelajaran; berisi tujuan pembelajaran khusus yang harus dicapai peserta didik, setelah mempelajari modul. Dalam bagian ini dimuat pula tujuan terminal dan tujuan akhir, serta kondisi untuk mencapai tujuan.
- Tes Awal; yang digunakan untuk menetapkan posisi peserta didik dan mengetahui kemampuan awalnya, untuk menentukan darimana ia harus memulai belajar, dan apakah perlu untuk mempelajari atau tidak modul tersebut.
- Pengalaman Belajar; yang berisi rincian materi untuk setiap tujuan pembelajaran khusus, diikuti dengan penilaian formatif sebagai balikan bagi peserta didik tentang tujuan belajar yang dicapainya.
- Sumber Belajar; berisi tentang sumber-sumber belajar yang dapat ditelusuri dan digunakan oleh peserta didik.
- Tes Akhir; instrumen yang digunakan dalam tes akhir sama dengan yang digunakan pada tes awal, hanya lebih difokuskan pada tujuan terminal setiap modul
Tugas utama guru dalam pembelajaran sistem modul adalah
mengorganisasikan dan mengatur proses belajar, antara lain : (1) menyiapkan
situasi pembelajaran yang kondusif; (2) membantu peserta didik yang mengalami
kesulitan dalam memahami isi modul atau pelaksanaan tugas; (3) melaksanakan
penelitian terhadap setiap peserta didik.
6.
Pembelajaran Inkuiri
Pembelajaran inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang
melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan
menyelidiki sesuatu (benda, manusia atau peristiwa) secara sistematis, kritis,
logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan
penuh percaya diri.
Proses
inkuiri dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
- Merumuskan masalah; kemampuan yang dituntut adalah : (a) kesadaran terhadap masalah; (b) melihat pentingnya masalah dan (c) merumuskan masalah.
- Mengembangkan hipotesis; kemampuan yang dituntut dalam mengembangkan hipotesis ini adalah : (a) menguji dan menggolongkan data yang dapat diperoleh; (b) melihat dan merumuskan hubungan yang ada secara logis; dan merumuskan hipotesis.
- Menguji jawaban tentatif; kemampuan yang dituntut adalah : (a) merakit peristiwa, terdiri dari : mengidentifikasi peristiwa yang dibutuhkan, mengumpulkan data, dan mengevaluasi data; (b) menyusun data, terdiri dari : mentranslasikan data, menginterpretasikan data dan mengkasifikasikan data.; (c) analisis data, terdiri dari : melihat hubungan, mencatat persamaan dan perbedaan, dan mengidentifikasikan trend, sekuensi, dan keteraturan.
- Menarik kesimpulan; kemampuan yang dituntut adalah: (a) mencari pola dan makna hubungan; dan (b) merumuskan kesimpulan
- Menerapkan kesimpulan dan generalisasi
Guru
dalam mengembangkan sikap inkuiri di kelas mempunyai peranan sebagai konselor,
konsultan, teman yang kritis dan fasilitator. Ia harus dapat membimbing dan
merefleksikan pengalaman kelompok, serta memberi kemudahan bagi kerja kelompok.
DAFTAR PUSTAKA
Rosefendi.1991.Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya
dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA.Bandung:Tarsito
No comments:
Post a Comment